·
Tayangan televisi turut berperan dalam proses pembentukan nilai-nilai yang dianut remaja. Tanpa disadari, banyaknya tayangan sinetron remaja yang mempertontonkan kekerasan, sadisme, kebencian dan gaya hidup konsumtif, telah menimbulkan pengaruh buruk pada kalangan remaja, sesuai dengan tahapan perkembangan psikologi yang tengah membentuk nilai-nilai yang dianutnya.Menurut Wenny Pahlemy, sinetron remaja saat ini telah menjadi program andalan stasiun televisi menyusul keberhasilan salah satu sinetron remaja yang dapat meraih rating tinggi tahun 2001 lalu. Sinetron Bawang Merah Bawang Putih, misalnya, menempati peringkat ke-3 sinetron yang paling banyak ditonton pada periode 1 Januari sampai Mei 2005. Keberhasilan tersebut mendorong stasiun-stasiun televisi untuk menayangkan lebih banyak lagi sinetron-sinetron remaja, yang amat disesalkan tanpa memperhitungkan soal kualitas dan dampak bagi kalangan anak maupun remaha. Banyak sekali di antara sinetron-sinetron yang mengambil tema-tema negatif, misalnya horor, kekerasan, sadisme, kebencian, permusuhan, dan gaya hidup konsumtif serta hedonis. Ditilik dari segi kuantitas, produksi sinetron remaja juga meningkat cukup tajam. Di tahun 2004, jumlah produksi sinetron remaja adalah 3.883. Sementara, dari Januari hingga Mei 2005, jumlah produksi sinetron remaja sudah mencapai 2.011. Tak Lolos SensorSementara, Titie Said mengakui bahwa banyak sinetron yang tidak melalui sensor Lembaga Sensor Film (LSF) dengan alasan kejar tayang.
Di sisi lain, sanksi yang ditentukan sesuai UU No 8/1992 untuk pelanggaran seperti itu dinilai terlalu ringan, yakni hukuman kurung maksimal satu tahun atau denda maksimal Rp 40 juta. “Yang namanya kejar tayang, itu bisa 20 menit sebelum ditayangkan, barangnya masih di jalan. Kapan LSF sempat mensensor?” katanya. Nampaknya LSF sendiri kurang berperan dalam masalah tayangan ini, dimana begitu banyak sinetron yang menurut LSF dikategorikan sebagai tayangan untuk orang dewasa (yang harus ditayangkan setidaknya pukul 22.00 WIB), ternyata kemudian ditayangkan sebagai tontonan untuk anak atau remaja. Yang termasuk dalam kategori ini, antara lain adalah film kartun Sinchan dan sinetron Bawang Merah, Bawang Putih.
Menurut Titie, menghadapi pelanggaran-pelanggaran seperti itu, LSF tidak bisa berbuat banyak. Yang dilakukan LSF selama ini hanya mengirim surat teguran kepada pihak yang melanggar. Tindakan yang lebih tegas, lanjut Titie, seharusnya dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) karena komisi itulah yang memiliki wewenang. Di sisi lain, Arief Rachman menilai upaya penyaringan tontonan tidak akan banyak berhasil bila pada diri si anak sejak dini tidak ditanamkan pengetahuan untuk menyaring informasi yang diterimanya. “Kalau sejak TK, SD anak itu sudah diberi pengetahuan mana yang baik dan mana yang tidak, pada usia remaja dengan sendirinya ia sudah bisa menyaring sendiri tontonan yang baik bagi dirinya,” ujar Arief. Dia menambahkan bahwa film yang baik adalah yang mampu membangkitkan potensi spiritual, emosional dan intelektual si anak.
Nampaknya kita perlu mempertanyakan profesionalisme baik petinggi penyiaran maupun LSF sendiri ? Semoga mereka menyadari, sampai seberapa jauh mereka berperan dalam merusak para anak2/remaja kita.
Selamatkan anak2 kita dari tayangan yang negatif ini ....... !!!
2 komentar:
yayayayaya
yayayayaya
Posting Komentar